Selasa, 16 Juni 2015

Etika dalam bermasyarakat & Hukum pidana perdata

1. ETIKA DALAM BERMASYARAKAT


Hakikatnya manusia adalah makhluk moral. Untuk menjadi makhluk sosial yang memiiki kepribadian baik serta bermoral tidak secara otomatis, perlu suatu usaha yang disebut pendidikan. Menurut pandangan humanisme manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya ketujuan yang positif dan rasional. Manusia dapat mengarahkan, mengatur, dan mengontrol dirinya. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan ialah upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani (Slamet Sutrisno, 1983, 26). Perkembangan kepribadian seseorang tidak lepas dari pengaruh lingkungan sosial budaya tempat tumbuh dan berkembangnya seseorang (cultural backround of personality).
Setiap orang pasti akan selalu berusaha agar segala kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dengan baik sehingga dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Kebutuhan hidup manusia selain ada kesamaan juga terdapat banyak perbedaan bahkan bertentangan antara satu dengan yang lain. Agar dalam usaha atau perjuangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tidak terjadi tabrakan antara yang satu dengan yang lain dalam masyarakat, maka diperlukan adanya suatu aturan, norma atau kaidah yang harus dipatuhi oleh segenap warga masyarakat. Oleh sebab itu di negara Indonesia, kehidupan manusia dalam bermasyarakat diatur oleh hukum juga diatur oleh norma-norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah-kaidah lainnya. Kaidah-kaidah sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota masyarakat di mana kaidah itu berlaku. Hubungan antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya itu saling mengisi. 


2. HUKUM PIDANA DAN PERDATA

A.HUKUM PERDATA 
Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga.
Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.
B.HUKUM PERDATA 
KUHP perdata terdiri dari 4 bagian yaitu :  
1.    Buku kesatu tentang Orang/ Van Personnenrecht 
Buku pertama mengatur tentang orang sebagai subyek hukum, hukum perkawinan dan hukum keluarga, termasuk waris.
·       Bab I- Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
·       Bab II- Tentang akta-akta catatan sipil
·       Bab III- Tentang tempat tinggal atau domisili
·       Bab IV- Tentang perkawinan
·       Bab V- Tentang hak dan kewajiban suami-istri
·       Bab VI- Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
·       Bab VII- Tentang perjanjian Perkawinan
·   Bab VIII- Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya
·       Bab IX- Tentang pemisahan harta-benda
·       Bab X- Tentang pembubaran perkawinan
·       Bab XI- Tentang pisah meja dan ranjang
·       Bab XII- Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak
·       Bab XIII- Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
·       Bab XIV- Tentang kekuasaan orang tua
·       Bab XIVA- Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
·       Bab XV- Tentang kebelumdewasaan dan perwalian
·       Bab XVI- Tentang pendewasaan
·       Bab XVII- Tentang pengampuan
·       Bab XVIII- Tentang keadaan tak hadir
2.    Buku kedua tentang Kebendaan/ Zaakenrecht
Buku kedua mengatur mengenai benda sebagai obyek hak manusia dan juga mengenai hak kebendaan. Benda dalam pengertian yang meluas merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki (dimiliki) oleh seseorang. Sedangkan maksud dari hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan kepada pihak ketiga.
·       Bab I- Tentang kebendaan dan cara membeda-bedakannya
·       Bab II- Tentang kedudukan berkuasa (bezit) dan hak-hak yang timbul karenanya
·       Bab III- Tentang hak milik (eigendom)
·   Bab IV- Tentang hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan
·       Bab V- Tentang kerja rodi
·       Bab VI- Tentang pengabdian pekarangan
·       Bab VII- Tentang hak numpang karang
·       Bab VIII- Tentang hak usaha (erfpacht)
·       Bab IX- Tentang bunga tanah dan hasil sepersepuluh
·       Bab X- Tentang hak pakai hasil
·       Bab XI- Tentang hak pakai dan hak mendiami
·       Bab XII- Tentang perwarisan karena kematian
·       Bab XIII- Tentang surat wasiat
·       Bab XIV- Tentang pelaksana wasiat dan pengurus harta peninggalan
·       Bab XV- Tentang hak memikir dan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan
·       Bab XVI- Tentang hal menerima dan menolak suatu warisan
·       Bab XVII- Tentang pemisahan harta peninggalan
·       Bab XVIII- Tentang harta peninggalan yang tak terurus
·       Bab XIX- Tentang piutang-piutang yang diistimewakan
·       Bab XX- Tentang gadai
·       Bab XXI- Tentang hipotik
3.    Buku ketiga tentang Perikatan/ Verbintenessenrecht
Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud penggunaan kata “Perikatan” di sini lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan.
Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht), atau sering juga disebut sifat terbuka, sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang). Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan perjanjian).
·       Bab I- Tentang perikatan- perikatan umumnya
·       Bab II- Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian
·       Bab III- Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang
·       Bab IV- Tentang hapusnya perikatan-perikatan
·       Bab V- Tentang jual-beli
·       Bab VI- Tentang tukar-menukar
·       Bab VII- Tentang sewa-menyewa
·       Bab VIIA- Tentang perjanjian-perjanjian untuk melakukan pekerjaan
·       Bab VIII- Tentang persekutuan
·       Bab IX- Tentang perkumpulan
·       Bab X- Tentang hibah
·       Bab XI - Tentang penitipan barang
·       Bab XII- Tentang pinjam pakai
·       Bab XIII- Tentang pinjam-meminjam
·       Bab XIV- Tentang bunga tetap atau bunga abadi
·       Bab XV- Tentang perjanjian-perjanjian untung-untungan
·       Bab XVI- Tentang pemberian kuasa
·       Bab XVII- Tentang penanggungan utang
·       Bab XVIII - Tentang perdamaian
4.    Buku keempat Tentang pembuktian dan daluwarsa  Verjaring en Bewijs
Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (Herzine Indonesisch Reglement/ HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :
·       a. Surat-surat
·       b. Kesaksian
·       c. Persangkaan
·       d. Pengakuan
·       e. Sumpah
Daluwarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.
·       Bab I- Tentang pembuktian pada umumnya
·       Bab II- Tentang pembuktian dengan tulisan
·       Bab III- Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
·       Bab IV- Tentang persangkaan-persangkaan
·       Bab V- Tentang pengakuan
·       Bab VI- Tentang sumpah di muka hakim
      ·       Bab VII- Tentang daluwarsa
Kesimpulannya adalah kita sebagai warga negara yang bermoral dan beragama harus memiliki etika dalam bermasyarakat termasuk bersosialisasi, agar terjalin hubungan yang baik antar warga negara.

Referensi :
http://irwansahaja.blogspot.com/2014/07/makalah-isbd-nilai-norma-etika-dan.html
http://padepokannurulhudaalfatawy.blogspot.com/2012/12/perbedaan-hukum-pidana-dengan-hukum.html

Jumat, 08 Mei 2015

UNDANG - UNDANG TELEKOMUNIKASI BAB I PASAL I POINT 13 - 14

PASAL 1 POINT 13-14

13). Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan
penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang
memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
14). Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan
dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan
terselenggaranya telekomunikasi;13. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan
penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang
memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;


CONTOH KASUS

Dengan ketatnya persaingan yang terjadi di dunia telekomunikasi, maka banyak para operator yang memanfaatkan media lain untuk dapat memasarkan produknya agar dapat di lihat oleh orang banyak, yaitu dengan menggunakan Media komunikasi massa media tersebut adalah audio (radio), audio visual (televisi), jaringan internet dan media cetak seperti koran, majalah, tabloid, brosur, papan iklan dan lain-lain. Banyaknya media massa tersebut menimbulkan persaingan di antara pengguna media yang ingin memasarkan produk dan jasanya. Tetapi sekarang sering kali persaingan itu berujung tidak sehat. oleh karena itu diperlukan ada-nya etika dalam menjalankan media komunikasi massa. oleh karena itu diperlukan ada-nya etika dalam menjalankan media komunikasi massa. pengaruh dari kegiatan komunikasi melalui media massa sangat lah kuat karena pesan – pesan di sebarkan secara luas dan terus menerus,sehingga membuat khalayak sulit untuk menentukan pesan mana yang harus di terima atau yang mana yang tidak.
Media cetak merupakan salah satu media massa yang berpengaruh di indonesia. media cetak juga sering digunakan untuk mengiklankan barang dan jasa dari suatu instansi. dalam makalah ini saya mengambil contoh kasus pelanggaran etika dalam media massa yaitu iklan yang di produksi oleh telkomsel dengan bentuk papan iklan dengan judul ‘’Tetangga Sebelah’’ dan iklan XL Bebas yang di produksi oleh PT.Excelcomindo dengan bentuk papan iklan.

REFERENSI :
http://supeeerblog.blogspot.com/2013/05/rangkuman-dan-contoh-kasus-peraturan_19.html
http://www.radioprssni.com/prssninew/internallink/legal/uu_telekomunikasi.htm

Kamis, 02 April 2015

KODE ETIK AUDITOR

Pengertian Etik dan Kode Etik
  
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, mendefinisikan etik sebagai : 
a.      Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;  
b.     Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk  dan  tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). 
Kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-prinsip moral yang diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara bersama. Kode etik suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi tersebut, seperti dokter, pengacara, polisi, akuntan, penilai, dan profesi lainnya.
Apa itu Auditor?

Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi.

Jenis Auditor
Auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
Auditor Pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia, auditor pemerintah dapat dibagi menjadi dua yaitu:
Auditor Eksternal Pemerintah yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai perwujudan dari Pasal 23E ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.. ayat (2) Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,sesuai dengan kewenangannya. Badan Pemeriksa Keuangan merupakan badan yang tidak tunduk kepada pemerintah, sehingga diharapkan dapat bersikap independen.
Auditor Internal Pemerintah atau yang lebih dikenal sebagai Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen/LPND, dan Badan Pengawasan Daerah.
Auditor Intern merupakan auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.
Auditor Independen atau Akuntan Publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan terbuka, yaitu perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan besar dan juga perusahaan kecil serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba. Praktik akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik (KAP).

Namun, Arens & Loebbecke dalam bukunya Auditing Pendekatan Terpadu yang diadaptasi oleh Amir Abadi Jusuf, menambahkan satu lagi jenis auditor, yaitu:
Auditor Pajak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia, bertanggungjawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP dilapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa). Karikpa mempunyai auditor-auditor khusus. Tanggungjawab Karikpa adalah melakukan audit terhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan perundangan perpajakan.


Tanggung Jawab Auditor

The Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board, pada tahun 1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung jawab auditor:
  • Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
  • Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
  • Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
  • Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
  • Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.

Opini Auditor

Munawir (1995) terhadap hasil audit memberikan beberapa pendapat sepotong-sepotong auditor, antara lain:
  • Pendapat Wajar Tanpa Bersyarat. Pendapat ini hanya dapat diberikan bila auditor berpendapat bahwa berdasarkan audit yang sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan adalah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), tidak terjadi perubahan dalam penerapan prinsip akuntansi (konsisten) dan mengandung penjelasan atau pengungkapan yang memadai sehingga tidak menyesatkan pemakainya, serta tidak terdapat ketidakpastian yang luar biasa (material).
  • Pendapat Wajar Dengan Pengecualian. Pendapat ini diberikan apabila auditor menaruh keberatan atau pengecualian bersangkutan dengan kewajaran penyajian laporan keuangan, atau dalam keadaan bahwa laporan keuangan tersebut secara keseluruhan adalah wajar tanpa kecuali untuk hal-hal tertentu akibat faktor tertentu yuang menyebabkan kualifikasi pendapat (satu atau lebih rekening yang tidak wajar).
  • Pendapat Tidak Setuju. Adalah suatu pendapat bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil operasi seperti yang disyaratkan dalam Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Hal ini diberikan auditor karena pengecualian atau kualifikasi terhadap kewajaran penyajian bersifat materialnya (terdapat banyak rekening yang tidak wajar).
  • Penolakan Memberikan Pendapat. Penolakan memberikan pendapat berarti bahwa laporan audit tidak memuat pendapat auditr. Hal ini bisa diterbitkan apabila: auditor tidak meyakini diri atau ragu akan kewajaran laporan keuangan, auditor hanya mengkompilasi pelaporan keuangan dan bukannya melakukan audit laporan keuangan, auditor berkedudukan tidak independent terhadap pihak yang diauditnya dan adanya kepastian luar biasa yang sangat memengaruhi kewajaran laporan keuangan.
  • Pendapat Sepotong-sepotong. Auditor tidak dapat memberikan pendapat sepotong-sepotong. Hasil auditnya hanya akan memberikan kesimpulan bahwa laporan keuangan yang diaudit secara keseluruhan.
Auditor Sistem Informasi

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi maka berkembang pulalah suatu keahlian dalam profesi auditor, yaitu auditor sistem informasi. Hal ini didasari bahwa semakin banyak transaksi keuangan yang berjalan dalam sebuah sistem komputer. Maka dari itu perlu dibangun sebuah kontrol yang mengatur agar proses komputasi berjalan menjadi baik. Saat ini auditor sistem informasi umumnya digunakan pada perusahaan-perusahaan besar yang sebagian besar transaksi berjalan secara otomatis. Auditor sistem informasi dapat berlatar belakang IT atau akuntansi tentunya dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.



Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Auditor
http://sigit-rh.blogspot.com/2011/12/kode-etik-dan-standar-audit.html